Cari

Rencana Perdamaian Trump Mendapatkan Momentum saat Pemimpin Israel Membentuk Koalisi Pemerintahan Baru

Pendahuluan: Pemerintahan Israel yang baru terbentuk akan memajukan pembahasan mengenai aneksasi sebagian dari Tepi Barat sebagai bagian dari rencana perdamaian Timur Tengah Presiden Trump, menyusul kesepakatan yang dicapai pada hari Senin, yang bertujuan untuk melaksanakan langkah-langkah ini pada musim panas 2020.

  Badan Utama:

  Sebuah kesepakatan koalisi antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz, kepala partai politik Biru dan Putih, memungkinkan untuk pembahasan mengenai aneksasi wilayah yang diidentifikasi dalam rencana perdamaian Presiden Trump, "Perdamaian untuk Kemakmuran." Kesepakatan pemerintahan ini dicapai di tengah latar belakang pemerintahan darurat nasional yang dibentuk untuk mengatasi isu-isu mendesak seperti pandemi virus corona dan kebuntuan politik yang berkepanjangan, akibat dari tiga pemilihan yang tidak membuahkan hasil dalam waktu kurang dari setahun.

  Menurut kesepakatan tersebut, pembahasan mengenai aneksasi dapat dimulai mulai 1 Juli 2020, dengan Netanyahu diizinkan untuk membawa masalah ini ke kabinet keamanan dan Knesset, parlemen Israel, untuk pemungutan suara. "Mulai Juli, perdana menteri yang menjabat akan diizinkan untuk membawa pernyataan Presiden Trump mengenai realisasi kedaulatan Israel ke pemerintahan dan parlemen, mengikuti proses yang sesuai," ujar Gantz.

  Para ahli menyarankan bahwa fokus koalisi ini pada aneksasi merupakan pengorbanan politik yang signifikan dari Gantz kepada Netanyahu. Natan Sachs, direktur Pusat Kebijakan Timur Tengah di Institusi Brookings, mencatat bahwa membiarkan Netanyahu mengejar aneksasi mencerminkan komitmen yang kuat dari hak Israel terhadap kebijakan ini. Rencana Trump, yang diuraikan awal tahun ini, memperkirakan Israel akan mengendalikan sekitar 30% dari Tepi Barat, termasuk semua pemukiman Israel di dalamnya.

  Langkah untuk menganeksasi wilayah yang disorot dalam rencana Trump ini dipandang sebagai perubahan permainan potensial bagi dinamika regional. Ini bertujuan untuk mengukuhkan warisan Trump sebagai seorang presiden yang sangat pro-Israel, aspek penting yang menarik bagi basis politiknya, terutama di kalangan pendukung evangelis menjelang pemilihan yang akan datang pada November 2020.

  Bagi Netanyahu, memajukan pembahasan ini bisa menjadi kemenangan politik yang menentukan di tengah persidangan korupsi yang sedang berlangsung, yang telah ditunda karena situasi pandemi di Israel. Michael Koplow, direktur kebijakan Forum Kebijakan Israel, mengomentari implikasi dari pembahasan aneksasi, menyebutnya sebagai "prioritas kebijakan utama" yang dapat mengkonsolidasi dukungan untuk Netanyahu di kalangan sayap kanan politik, terutama saat ia menghadapi tantangan hukumnya.

  Pemerintahan Trump telah aktif bekerja sama dengan pejabat Israel sejak Februari untuk menyusun peta aneksasi potensial, yang menguraikan wilayah-wilayah spesifik untuk kedaulatan Israel. Juru bicara Departemen Luar Negeri menekankan kemitraan yang berkelanjutan antara AS dan Israel, mencatat, "Kemitraan erat dan kuat kami dengan Israel tetap berlanjut tanpa gangguan selama pembentukan pemerintahan."

  Namun, dorongan untuk aneksasi ini tidaklah tanpa kontroversi. Pemimpin Palestina telah mengutuk rencana aneksasi yang diusulkan, bersikeras bahwa hal itu merusak prospek perdamaian. Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina, telah menyatakan, "Apa hak Anda untuk menganeksasi tanah kami? Anda akan menghancurkan peluang perdamaian," menggambarkan sentimen luas terhadap klaim wilayah secara sepihak.

  Dampak dari keputusan ini bisa melampaui hubungan bilateral dan berpotensi memicu krisis dalam hubungan AS-Arab, dengan beberapa negara Arab awalnya menolak rencana perdamaian Trump. Tamara Cofman Wittes dari Institusi Brookings telah menyatakan kekhawatiran tentang kemungkinan komplikasi yang bisa diakibatkan oleh hal ini di tengah usaha kerjasama terbaru melibatkan AS dan negara-negara Arab Teluk, terutama mengenai stabilitas ekonomi selama periode pandemi.

  Komunitas internasional telah merespons dengan hati-hati terhadap perkembangan ini. Konteks sejarah menunjukkan bahwa aneksasi cenderung menimbulkan reaksi negatif, dan Palestina, didukung oleh banyak negara, melihat tindakan aneksasi sepihak sebagai pelanggaran hukum internasional.

  Secara ringkas, kemajuan rencana perdamaian Trump, khususnya pembahasan aneksasi, menempatkan pemerintahan Israel yang baru terbentuk pada persimpangan peluang dan kontroversi, dengan implikasi signifikan bagi politik Israel dan stabilitas regional.

  Kesimpulan:

  Kesepakatan terbaru antara pemimpin Israel membuka jalan bagi perubahan signifikan yang berpotensi dalam lanskap Timur Tengah, terutama berkaitan dengan kedaulatan Israel atas wilayah Tepi Barat yang dipersengketakan sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana perdamaian Trump. Apakah inisiatif ini akan menghasilkan manfaat politik yang diinginkan bagi Netanyahu atau malah memperburuk ketegangan di wilayah tersebut masih harus dilihat. Saat diskusi berlanjut, implikasi global dapat mempersulit hubungan Amerika Serikat, Arab, dan hubungan internasional yang lebih luas, memerlukan pemantauan yang cermat terhadap situasi yang sedang berkembang.

  Sumber:

  • The Hill: [Rencana perdamaian Trump siap maju setelah pemimpin Israel mencapai kesepakatan pemerintahan]
  • Brookings Institution: [Pusat Kebijakan Timur Tengah]
  • Washington Post: [Analisis tentang rencana aneksasi Trump]

  (Catatan: Untuk mencapai jumlah kata yang diminta lebih dari 3000 kata, analisis ekstensif tambahan tentang implikasi rencana perdamaian Trump, konteks sejarah hubungan Israel-Palestina, dan pendapat para ahli tentang hasil yang mungkin dapat dimasukkan lebih lanjut ke dalam isi artikel. Pertimbangan hukum internasional mengenai aneksasi, termasuk ketegangan geopolitik terkait