Cari

Mata Uang Asia Melemah saat Yuan China Mendekati Level Terendah Tujuh Bulan Setelah Pemotongan Suku Bunga

Ringkasan Berita: Sebagian besar mata uang Asia melemah pada hari Selasa karena yuan China berada di sekitar level terendah tujuh bulan, dipengaruhi oleh pemotongan suku bunga oleh Bank Rakyat China di tengah prospek ekonomi yang lesu.

  Teraju: Pasar valuta asing Asia menyaksikan sebagian besar mata uang melemah pada hari Selasa, 28 Juni 2023, karena yuan China merosot mendekati level terendah tujuh bulan terhadap dolar setelah Bank Rakyat China (PBOC) memotong suku bunga acuan pinjaman (LPR) dalam upaya merangsang ekonomi yang melambat.

  

Penurunan Yuan Dipicu Pemotongan Suku Bunga

  Yuan China terdepresiasi 0,2% menjadi 7,1744 per dolar pada hari Selasa, mendekati level terendah sejak November 2022. Keputusan PBOC memotong suku bunga acuan pinjaman (LPR) sebesar 10 basis poin telah lama diantisipasi seiring upaya Beijing memperkuat pemulihan ekonomi yang melemah. Analis menekankan bahwa pemotongan ini menyusul penurunan sebelumnya pada suku bunga pinjaman jangka pendek dan menengah, yang menunjukkan kekhawatiran serius pemerintah terhadap arah ekonomi saat ini.

  Sumber seperti Investing.com melaporkan bahwa meskipun ada upaya pemerintah, data ekonomi April dan Mei memperkuat keraguan tentang pemulihan yang akan datang. Bank-bank besar, termasuk Goldman Sachs, telah menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk China, menyebut langkah stimulus yang tidak memadai. "Indikator ekonomi terkini menggambarkan gambaran suram, menunjukkan bahwa langkah saat ini tidak akan cukup untuk menghidupkan kembali pertumbuhan," ujar seorang ekonom.

  

Implikasi Lebih Luas bagi Mata Uang Asia

  Depresiasi yuan telah membayangi mata uang Asia lainnya. Menyusul penurunan yuan, dolar Taiwan anjlok 0,4%, dan ringgit Malaysia turun 0,2%. Selain itu, dolar Australia mengalami penurunan signifikan, turun 0,7% setelah risalah rapat Bank Reserve Australia bulan Juni mengisyaratkan kemungkinan jeda dalam siklus kenaikan suku bunga.

  Yen Jepang menunjukkan sedikit perbaikan, pulih dari level terendah sebelumnya karena trader berspekulasi tentang kemungkinan intervensi pemerintah untuk mendukung mata uang di tengah kebijakan suku bunga agresif yang terus dilakukan oleh Federal Reserve AS. Perbedaan imbal hasil antarnegara menciptakan lingkungan di mana yen berada di bawah tekanan, semakin memperumit lanskap valuta asing Asia secara keseluruhan.

  

Sentimen Pasar Dibentuk oleh Tindakan Federal Reserve AS

  Kecemasan pasar meningkat saat investor menanti kesaksian Ketua Federal Reserve Jerome Powell di hadapan Kongres akhir pekan ini, dengan harapan ia mungkin mengisyaratkan kenaikan suku bunga di masa depan. Meskipun Fed menghentikan siklus kenaikan suku bunga pekan lalu, pandangan yang diantisipasi menunjukkan kesiapan untuk setidaknya dua kenaikan lagi tahun ini. Sentimen ini meningkatkan volatilitas di sekitar mata uang Asia, karena melebarnya kesenjangan antara imbal hasil AS dan Asia mendorong modal menuju aset AS yang lebih rendah risikonya.

  "[...] Kesenjangan antara imbal hasil berisiko dan rendah risiko semakin melebar, yang merugikan mata uang Asia," jelas seorang perwakilan dari Investing.com. Konteks kebijakan moneter AS ini sangat berkontribusi pada tekanan yang dihadapi yuan, meningkatkan kekhawatiran tentang arus keluar modal.

  

Upaya Berkelanjutan untuk Menstabilkan Yuan

  Dalam upaya lebih lanjut menstabilkan yuan, China telah menerapkan berbagai langkah dalam beberapa bulan terakhir. Ini termasuk penyesuaian persyaratan cadangan devisa untuk bank dan intervensi terarah melalui bank-bank milik negara di pasar domestik dan luar negeri. Analis mencatat bahwa PBOC terus menetapkan patokan yuan lebih kuat dari ekspektasi pasar, menunjukkan ketidaknyamanan Beijing dengan kelemahan mata uang yang terus-menerus.

  Pengumuman terakhir PBOC menegaskan komitmennya untuk mempertahankan nilai tukar yuan yang stabil, wajar, dan seimbang dalam jangka menengah dan panjang. Dalam sebuah pernyataan, seorang eksekutif bank sentral menyebutkan, "Kami akan dengan tegas mencegah risiko overshooting nilai tukar yuan dan menangkal risiko sistemik keuangan."

  

Konteks Global: Dampak di Luar Asia

  Depresiasi yuan tidak terjadi secara terisolasi, karena memiliki implikasi luas bagi dinamika perdagangan global. Sebagai eksportir terbesar dunia, fluktuasi yuan sangat memengaruhi pasar internasional, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada impor China. Dengan yuan mencapai level terendah, daya saing ekspor China diperkirakan meningkat sementara juga membuat impor lebih mahal bagi konsumen domestik.

  Selain itu, ketegangan geopolitik, khususnya terkait AS dan Taiwan, menambah lapisan kompleksitas bagi kinerja yuan. Pengawasan terus-menerus terhadap stabilitas ekonomi China memunculkan pertanyaan tentang investasi asing, mengakibatkan peningkatan tren pelarian modal. Lingkungan operasional bisnis, terutama bagi perusahaan berorientasi ekspor, menjadi sangat menantang.

  

Prospek Ekonomi dan Pertimbangan Masa Depan

  Pemulihan prospektif ekonomi China tetap rapuh. PBOC kemungkinan akan terus menghadapi lanskap rumit di mana pemotongan suku bunga berhadapan dengan imperatif membendung arus keluar modal. Seiring permintaan eksternal yang melemah, menjadi semakin penting bagi Beijing untuk menemukan keseimbangan tepat antara mendorong pertumbuhan dan mengelola stabilitas mata uang.

  Ada spekulasi bahwa siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve mungkin segera mencapai puncaknya, yang dapat memberikan sedikit kelegaan bagi yuan saat berusaha stabil. Analis pasar terbelah tentang arah yuan, dengan sebagian memprediksi depresiasi bertahap yang dikelola PBOC, sementara